Kabupaten Banyuwangi tak pernah
berhenti membuat terobosan-terobosan kreatif untuk mendorong kemajuan
daerahnya. Kali ini, kabupaten yang dipimpin Abdullah Azwar Anas itu
merilis aplikasi berbasis Android untuk memasarkan daerah-daerah wisata
di sana. Langkah ini diharapkan bisa semakin mengatrol kinerja sektor
wisata di kabupaten berjuluk ”The Sunrise of Java” tersebut.
Aplikasi tersebut diberi nama
Banyuwangi Tourism. Para pengguna Android pun bisa dengan mudah
mendownload aplikasi tersebut. Peluncuran aplikasi Banyuwangi Tourism
itu digelar di Taman Budaya Jawa Timur di Surabaya, Jumat (11/4). Hari
ini juga ditandatangani nota kesepahaman (Memorandum of
Understanding/MoU) antara Pemkab Banyuwangi dan Telkomsel untuk
mendorong promosi wisata daerah, baik melalui sarana teknologi informasi
maupun pemasaran luar ruang.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas
mengatakan, pendekatan promosi wisata harus selalu relevan dengan
perilaku pasar. Saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara kelima
terbesar pengguna telepon pintar (smartphone). Mengutip riset Yahoo! dan
Mindshare, pengguna smartphone di Indonesia mencapai 41 juta pada
pertengahan 2013 dan akan menjadi 103,7 juta pengguna dalam tiga tahun
mendatang.
”Penetrasi penggunaan smartphone
diprediksi akan terus naik, termasuk yang berbasis sistem operasi
Android. Sistem operasi Android sedang melejit mengalahkan sistem
operasi yang lainnya. Karena itu, kami meluncurkan aplikasi wisata
berbasis Android,” ujar Anas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS), pengguna internet di Indonesia hingga akhir 2013 sudah mencapai
71,19 juta orang. Mayoritas di antaranya mengakses internet melalui
ponsel. Pasar itulah yang dibidik oleh Banyuwangi untuk mempromosikan
sektor pariwisatanya.
”Hampir setengah dari para pengguna
internet adalah kaum muda yang bisa dikategorikan sebagai kelas
menengah. Mereka adalah penggerak pasar sektor pariwisata,” tutur Anas.
Menurut Anas, saat ini konsumen
pariwisata meminta lebih. Mereka tidak hanya ingin datang ke obyek
wisata alam maupun wisata budaya, namun juga sangat memperhatikan
kenyamanan dalam memperoleh informasi. Salah satu sumber rujukan
informasi utama adalah internet. Informasi itu tidak hanya dari satu
sumber sepihak dari pengelola tempat wisata dan pemerintah daerah, tapi
juga dari pihak lain seperti blogger maupun rekomendasi teman.
Karena itulah, pemasaran wisata
Banyuwangi dilakukan secara terintegrasi. Secara berkala, Banyuwangi
mengundang media massa, blogger, dan tokoh-tokoh berpengaruh untuk
datang. ”Dari sanalah informasi menyebar. Kami mengoptimalkan media
konvensional dan social media, mulai dari Twitter, Facebook, Youtube,
Path, dan Instagram,” beber Anas.
Dengan berbagai promosi itu, sektor
pariwisata di Banyuawangi terus bergeliat menjadi penopang ekonomi
masyarakat setelah sektor pertanian dan industri pengolahan. Berdasarkan
survei oleh tim independen, belanja wisatawan yang berkunjung ke
Banyuwangi rata-rata mencapai Rp 1,9 juta per orang dengan masa tinggal
di daerah tersebut selama dua hari.
Kunjungan wisatawan mulai September
sampai Desember 2013 di salah satu destinasi favorit, yaitu Gunung Ijen,
mencapai 21.579 wisatawan nusantara dan 4.315 wisatawan mancanegara.
Adapun pada Januari sampai Maret 2014, kunjungan wisawatan nusantara
13.600 orang dan 628 wisawatan mancanegara.
”Saat ini kami terus memperluas
destination life-cycle sehingga daerah tidak hanya dikenal melalui satu
atau dua destinasi wisata. Semakin banyak yang dikunjungi tentu makin
banyak duit yang berputar. Saat ini kita kembangkan Pantai Pulau Merah,
Pantai Boom, dan Teluk Ijo. Secara bertahap, nanti digarap obyek wisata
alam dan budaya yang lain,” jelasnya.
Anas mengatakan, semua sektor industri
kreatif yang berbasis pariwisata mengalami peningkatan kinerja.
Misalnya, sektor jasa hiburan kebudayaan, berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), dalam setahun terjadi nilai tambah Rp 22,3 miliar pada
2011 menjadi Rp 26,2 miliar pada 2012.
Sektor kuliner terepresentasi dari
nilai tambah restoran yang meningkat dari Rp 560,5 miliar menjadi Rp
654,4 miliar. Adapun sektor perhotelan tumbuh dari Rp 286,6 miliar
menjadi Rp 341,8 miliar
Sektor tekstil, barang kulit, dan alas
kaki yang lekat dengan kerajinan rakyat, dalam setahun pada 2012
menghasilkan transaksi Rp 4,7 miliar, tumbuh dari tahun sebelumnya
sebesar Rp 4 miliar. Sedangkan sektor kertas dan barang cetakan naik
dari Rp 155,2 menjadi Rp 175,1 miliar.
Perkembangan sektor industri berbasis
wisata tersebut selaras dengan pertumbuhan sektor pertanian yang
berdasarkan data BPS terjadi nilai tambah dari Rp12 triliun menjadi Rp
13,9 triliun. ”Ini bukti bahwa integrasi antar-sektor, yaitu dari sektor
primer (pertanian) ke sektor sekunder (industri pengolahan) dan tersier
(jasa, termasuk wisata), berlangsung dengan baik. Sehingga pertumbuhan
ekonomi merata,” pungkas Anas.
Selengkapnya...